Antara Tawakal dan Usaha - PP Darul Karomah Gunung Jati

Kramat Kraton Pasuruan Jawa Timur

SELAMAT DATANG DI BLOG PP DARUL KAROMAH GUNUNG JATI KRAMAT KRATON PASURUAN

Post Top Ad

Rabu, 11 September 2019

Antara Tawakal dan Usaha

Sering orang salah kaprah dalam memahami maksud dibalik ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar yaitu mutlak wujud usaha kita. Sedang tawakal merupakan wujud pasrah diri. Dua hal yang sekilas sama sekali silang pandang dan
berlawanan. Ibarat dua garis, yang satu membujur horizontal, yang satu tegak lurus vertikal. Orang berdalih menuhankan tawakal dan enggan berusaha karna menyangka seluruh yang terjadi di kehidupan ini memanglah sudah jadi rangkaian takdir. Gerbong panjang yang ditarik lokomotif serta tidak mungkin keluar jalur. Rejeki tak bakal lari pergi, dan jodoh tak bakal tertukar. Akan tetapi benarkah demikian?

Sebagian cerita yang diabadikan dalam kitab- kitab hadis mungkin layak dijadikan pertimbangan akan bagaimana bijaknya kita bersikap.

Alkisah, salah seorang sahabat nabi yang datang membawa unta hendak memasuki masjid. Sebelum dia meninggalkan untanya, terlebih dulu dia bertanya kepada Baginda Nabi Muhammad Saw.“ Apakah saya tinggalkan saja unta ini dan bertawakal?”

Nabi Muhammad Saw dengan bijak menjawab,“ ikatlah dulu, setelah itu bertawakal.”

Teladan lain yang jelas-jelas menghentak hati kita datangnya justru dari Nabi Muhammad Saw itu sendiri. Di masa muda saat sebelum diangkat menjadi rasul, beliau bekerja. Beliau berdagang ke negri Syam, membawa amanat dari Sayyidah Khadijah Ra. Juga sesudah diangkat menjadi rasul, Nabi Muhammad Saw tidak serta-merta duduk diam menanti kemenangan dan pertolongan melawan para penentang agama Islam yang telah Allah SWT janjikan. Tetapi Nabi Muhammad Saw“ menjeput” kemenangan dengan perjuangan berat melewati ganasnya terik bukit di siang hari bulan Ramadhan pada perang badar kubra. Juga beberapa pertempuran lain, dengan harga mahal nyawa para sahabat beliau. Termasuk salah satu orang terkasih Nabi Muhammad Saw sendiri, sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib Ra.

Satu kata mutiara dari sahabat terdekat Nabi Muhammad Saw, sahabat Umar bin Khattab Ra.“ Janganlah seorangpun dari kalian berpangku tangan dan tidak bekerja, seraya berdoa,‘ oh Tuhan, berilah aku rizki’. Sedangkan kalian semua tahu jikalau langit tak pernah menurunkan hujan emas dan perak.

Masih dari sahabat Umar bin Khattab Ra, beliau menambahkan.“ Mutawakkil, orang yang disebut bertawakal adalah mereka yang menanam biji di tanah, lalu berpasrah diri.”

Ungkapan lain yang lebih“ pedih” datang dari Syaikh Raghib al-Asbihani.“ Orang yang menganggur itu berarti sudah tercabut sisi manusiawinya. Bahkan sisi kemakhluk hidupannya. Dan jadilah dia segolongan dengan benda-benda mati.

Pada akhirnya, memanglah tawakal merupakan murni aktivitas hati. Sebagaimana diungkapkan dalam Risalah Qusyairiyah. Namun usaha lahir tidaklah mempengaruhi kemurnian sikap tawakal.

Penting, bahwa sesungguhnya tawakal itu bertempat di dalam hati. Sedangkan usaha lahiriyah tidaklah menghapuskan keberadaan tawakal tersebut di hati, setelah seorang hamba meyakinkan dirinya bahwa takdir adalah semata kehendak Allah SWT. Maksudnya, segala kesulitannya adalah kepastian Allah, dan bila sesuatu hal yang diharapkan bertepatan terjadi, adalah semata karena dimudahkan Allah SWT.”

Kita sampai pada kesimpulan, bahwa definisi tawakal sejatinya adalah memasrahkan segala sesuatu kepada Allah SWT, dan berpegang padaNya. Dengan catatan tetap ada langkah dan usaha untuk menggapai urusan yang kita maksudkan tersebut.

Sebuah maqolah indah yang dilansir oleh Syaikh Abdul Karim al-Qusyairi dalam risalahnya layak kita jadikan bahan renungan untuk menambah semangat kita mengais rezeki, tanpa mengesampingkan sifat tawakal.

Sahl Ibn Abdillah berkata,‘ tawakal adalah sifat Nabi Muhammad saw, sedangkan bekerja adalah sunnah beliau. Maka, barang siapa yang mengikuti sifat beliau, janganlah sampai meninggalkan sunnah beliau.

Semoga Bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad